Rabu, 09 Desember 2015

Mini Riset tentang ABK



Pola Kebiasaan Anak Berkebutuhan Khusus
(Studi Kasus Kehidupan Miko Anak diduga Retardasi Mental di Desa Kambangan)

Laporan Mini Riset
Disusun Guna Memenuhi Tugas Akhir Semester 4:
Mata Kuliah         : Psikologi Perkembangan
Dosen Pengampu : Umi Nadzifah, M.Pd.I




                   




Disusun oleh:
Khasbih Maslekhah          (2021113065)

Kelas A




JURUSAN TARBIYAH PRODI PAI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI ( STAIN )
PEKALONGAN
2015
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT. yang telah memberikan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan penelitian ini dengan judul Pola Kebiasaan Anak Berkebutuhan Khusus (Studi Kasus Kehidupan Miko Anak diduga Retardasi Mental di Desa Kambangan)”dapat terselesaikan dengan baik tanpa ada halangan yang berarti. Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Agung Muhammad Shalallahualaihi wassalam yang selalu menjadi panutan serta suri tauladan bagi kita semua.
Laporan Mini Riset ini disusun guna memenuhi tugas akhir semester empat mata kuliah Psikologi Perkembangan. Penulis menyadari tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak maka, Laporan Mini Riset ini tidak akan terwujud. Oleh sebab itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1.      Dosen pengampu Mata Kuliah Psikologi Perkembangan, Ibu Umi Nadzifah, M. Pd.I. yang telah memberi kesempatan bagi penulis untuk belajar melakukan Mini Riset tentang gangguan pada anak
2.      Ibu Muawanah selaku Guru RA Mashitoh Kambangan 2 dan pihak-pihak yang telah memberikan izin untuk melakukan Mini riset dan membantu dalam proses pengumpulan data
3.      Orang tua tercinta yang senantiasa memberikan dorongan dan mendoakan untuk keberhasilan penulis
4.      Teman-teman yang telah memberikan semangat dalam menyelesaikan Mini riset dan penulisan laporan.
            Penulis menyadari bahwa Laporan Mini Riset ini tidak lepas dari kekurangan, oleh karenanya saran dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan. Akhirnya, semoga Laporan Mini Riset yang sederhana ini dapat bermanfaat. Amin yaa robbal alamin. Selamat membaca.
Pekalongan, 28 Mei 2015     
Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Anak berkebutuhan khusus (ABK) merupakan istilah lain ntuk menggantikan kata “anak luar biasa” yang menandakan adanya kelainan khusus. Anak berkebutuhan khusus mempunyai karakteristik yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.[1]
Secara sederhana anak berkebutuhan khusus adalah anak yang perkembangannya berbeda dengan anak normal pada umumnya.[2] Anak-anak berkebutuhan khusus memiliki beberapa karakteristik, yang biasanya itu disebut juga sebagai gangguan atau kelainan, salah satu gangguan atau kelaianan tersebut adalah retardasi mental. Retardasi mental itu sendiri bisa juga disebut dengan istilah tuna grahita dimana anak atau orang yang memiliki kemampuan intelektual di bawah rata-rata atau keterbatasan  intelegensi dan ketidak cakapan dalam berinteraksi sosial.[3]
Retardasi mental dapat terjadi pada siapa saja dan dimana saja, baik itu dari keluarga miskin ataupun kaya, tidak terkecuali hal tersebut terjadi pada Miko anak berusia 8 tahun yang terpaksa setiap hari mendengar ejekan dari teman-teman sebayanya karena dia di sekolahkan di sekolah umum, tidak pada sekolah luar biasa seperti ABK pada umumnya. Kehidupan Miko merupakan salah satu sample dari banyaknya kasus retardasi mental yang terjadi pada anak-anak di Indonesia. Miko mengalami gangguan tersebut semenjak lahir, dan sampai sekarang belum pernah ditangani secara serius pada ahlinya, namun sudah ada dugaan bahwa gangguan yang dialami Miko tersebut masuk pada gangguan retardasi mental.
Kebiasaan-kebiasan anak yang mengalami gangguan psikologi seperti dijelaskan di atas seringkali mengalami kesamaan dari beberapa kasus yang memang itu memiliki tingkat kemiripan, tetapi ada beberapa yang memiliki perbedaan namun tidak mendasar. Dari fenomena tersebutlah yang kemudian menjadikan pentingnya mengetahui dan mengkaji tentang Pola Kebiasaan Anak Berkebutuhan Khusus (Studi Kasus Kehidupan Miko Anak diduga Retardasi Mental di Desa Kambangan).
B.   Rumusan Masalah
1.      Bagaimana tingkah laku atau kebiasaan Miko di Sekolah?
2.      Bagaimana cara Miko berinteraksi dengan orang di sekitarnya?
3.      Bagaimana kebiasaan Miko jika di rumah?


BAB II
LANDASAN TEORI
A.  Selayang Pandang Anak Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusus (ABK) merupakan istilah lain ntuk menggantikan kata “anak luar biasa” yang menandakan adanya kelainan khusus. Anak berkebutuhan khusus mempunyai karakteristik yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.[4]
Konsep berkebutuhan khusus dapat dikaitkan dengan keluarbiasaan atau sering disebut juga anak berkelainan. Secara sederhana anak luar biasa adalah anak yang perkembangannya berbeda dengan anak normal pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus adalah anak-anak yang dianggap memilki kebutuhan khusus apabila mereka tidak dapat memperoleh manfaat penuh dari kurikulum yang dibuat bagi anak-anak seusianya dan atau yang tidak dapat dibina secara memadai dalam situs pendidikan yang biasa. Anak-anak yang memiliki satu atau lebih karakteristik berikut dapat dikatakan sebagai anak yang berkebutuhan khusus jika memiliki cacat penglihatan, cacat pendengaran, cacat fisik/keterbelakangan mental, kesulitan menyesuaikan diri dan kesulitan belajar.[5]
Sebagian anak berkebutuhan khusus mengalami gangguan kondisi kognitifnya. Seperti anak kesulitan belajar, sering tidak mengikuti perkembangan kognitif seperti yang dijelaskan. Akibat dari anak yang mengalami kesulitan belajar akan tidak mampu menyelesaikan tugas-tugas kognitif yang dituntut sekolah. Tidak hanya gangguan pada kognitif, sebagian anak berkebutuhan khusus juga mengalami gangguan motorik, terutama anak berkebutuhan khusus yang mengalami gangguan motorik adalah anak celebralpalcy. Dimana anak tersebut mengalami kerusakan pada pyramidal tract dan extrapyramidal atau campuran dari keduanya.[6]
B.   Retardasi Mental
Retardasi mental adalah keadaan ketika integensia individu mengalami kemunduran atau tidak dapat berkembang dengan baik. Masa itu terjadi ketika individu dilahirkan. Biasanya, terdapat perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan, tetapi gejala utamanya adalah perkembangan mental yang sangat kurang. Retardasi mental disebut juga oligofrenia (oligo artinya ‘kurang’ atau ‘sedikit’ dan fren artinya ‘jiwa’ atau ‘tuna mental’).
Berdasarkan The ICD-10 Classification of Mental and Behavioral Disorders, WHO, Geneva tahun 1994 retardasi mental dibagi menjadi 4 golongan, yaitu:
1.      Mild Retardation (retardasi mental ringan), IQ 50-69.
Retardasi mental ringan dikategorikan sebagai retardasi mental dapat dididik. Anak mengalami gangguan berbahasa tetapi masih mampu menguasainya untuk keperluan bicara sehari-hari. Umumnya mereka juga mampu mengurus diri sendiri (makan, mencuci, memakai baju, mengontrol saluran cerna dan kandung kemih), meskipun tingkat perkembangannya sedikit lebih lambat dari ukuran normal. Kesulitan utama biasanya terlihat pada pekerjaan akademik sekolah, dan banyak yang bermasalah dalam membaca dan menulis. Dalam konteks sosiokultural yang memerlukan sedikit kemampuan akademik, mereka tidak ada masalah. Tetapi jika ternyata timbul masalah emosional dan sosial, maka akan terlihat bahwa mereka mengalami gangguan, misal tidak mampu menguasai masalah perkawinan atau mengasuh anak, atau kesulitan menyesuaikan diri dengan tradisi budaya.
2.      Moderate Retardation (retardasi mental sedang), IQ 35-49.
Retardasi mental sedang dikategorikan sebagai retardasi mental dapat dilatih. Pada kelompok ini anak mengalami keterlambatan perkembangan pemahaman dan pengguanaan bahsa, serta pencapaian akhirnya terbatas. Pencapaian kemampuan mengurus diri sendiri dan ketrampilan motorik juga mengalami keterlambatan, dan beberapa diantaranya membutuhkan pengawasan sepanjang hidupnya. Kemajuan di sekolah terbatas, sebagian masih bisa belajar dasar-dasar membaca, menulis dan berhitung.
3.      Severe Retardation (retardasi mental berat), IQ 20-34.
Kelompok retardasi mental berat ini hampir sama dengan retardasi mental sedang, dalam hal gambaran klinis. Perbedaan utamanya adalah pada retardasi mental berat ini biasanya mengalami kerusakan motorik yang bermakna atau adanya defisil neurologi.
4.      Profound Retardation (retardasi mental sangat berat), IQ < 20.
Retardasi mental sangat berat berarti secara praktis anak sangat terbatas kemampuannya dalam emngerti dan menuruti permintaan atau instruksi. Umumnya anak sangat terbatas dalam hal mobilitas, dan hanya mampu pada bentuk komunikasi nonverbal yang sangat elementer.[7]
                                                                                   


BAB III
METODE PENULISAN
A.  Jenis Penelitian dan Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan (field research) yaitu penelitian yang langsung dilakukan di lapangan atau kepada responden.Dengan langsung terjun ke tempat penelitian, peneliti akan dapat menemukan, mengumpulkan data, dan mengumpulkan informasi tentang Pola Kebiasaan Anak Berkebutuhan Khusus (Studi Kasus Kehidupan Miko Anak diduga Retardasi Mental di Desa Kambangan)”.
Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan jenis pendekatan kualitatif karena penelitian ini berorientasi pada fenomena atau gejala yang bersifat alami. Penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan pelaku yang diamati.[8] Menurut John Creswell dalam Hamid Patilima menjelaskan bahwa pendekatan kualitatif sebagai sebuah proses penyelidikan untuk memahami masalah sosial atau masalah manusia, berdasarkan pada penciptaan gambar holistik yang berupa kata-kata, melaporkan pandangan informan secara terperinci, dan disusun dalam sebuah latar ilmiah.[9] Disebut penelitian kualitatif karena dalam penelitian ini mengkaji “Pola Kebiasaan Anak Berkebutuhan Khusus (Studi Kasus Kehidupan Miko Anak diduga Retardasi Mental di Desa Kambangan)”.
B.   Sumber Data
1.      Sumber Data Primer
Sumber data primer merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli (tidak melalui media perantara). Sumber data primer dalam penelitian ini diperoleh secara langsung dari sumber data pertama yakni Pola Kebiasaan Anak Berkebutuhan Khusus (Studi Kasus Kehidupan Lusi Anak diduga Retardasi Mental di Desa Kambangan).

2.      Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah sumber yang tidak langsung  memberikan data kepada pengumpul data[10].
Menurut Syaifullah, data sekunder didefinisikan sebagai data yang mencangkup dokumen resmi, buku-buku, hasil laporan penelitian dan lain sebagainya.[11] Data yang diperoleh dari hasil penelitian  kepustakaan, maka penulis mencari buku-buku yang merupakan sumber ilmiah yang berkaitan dengan bahan-bahan.
C.  Teknik Pengumpulan Data
1.      Wawancara (interview)
Wawancara adalah metode pengumpulan data dengan cara menanyakan sesuatu kepada seseorang yang menjadi informan atau responden. Caranya dengan bercakap-cakap secara tatap muka.[12] Metode ini digunakan untuk mendapatkan data tentang Pola Kebiasaan Anak Berkebutuhan Khusus (Studi Kasus Kehidupan Miko Anak diduga Retardasi Mental di Desa Kambangan).
2.      Dokumentasi
Dokumentasi adalah setiap bahan tertulis atau film, baik dari record, yang tidak dipersiapkan karena adanya.[13]
D.  Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi , dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memiih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.[14]
Analisis data dilakukan dengan rangkaian kegiatan penelaahan, pengelompokan, sistematika, penafsiran dan verifikasi data agar sebuah fenomena memiliki nilai sosial, akademis dan ilmiah. Penelitian kualitatif meggunakan analisis data kualitatif deskriptif, yaitu data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka. Semua data yang dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti. Penelitian ini berisi kutipan-kutipan data untuk memberikan ganbaran penyajian laporan.[15]




BAB IV
ANALISIS SINTESIS
Informan dalam mini riset ini sebanyak 5 orang yang terdiri dari Ibu Miko, Guru RA tempat Miko sekolah, teman sekelas Miko, salah satu orang tua siswa di RA tempat sekolah Miko, dan tetangga Miko. Secara jelas akan dideskripsikan profil informan dalam Mini Riset ini.
1.      Nama                          : Itut Supartiningsih (Ibu kandung Miko)
Usia                            : -
Pendidikan terakhir    : SMA
2.      Nama                          :Muawanah (guru RA Masitoh Kambangan)
Usia                            : 31 tahun
Pendidikan terakhir    : S.1 Paud
3.      Nama                          : Liana Kusuma (teman satu kelas Miko)
Usia                            : 6 tahun
Pendidikan terakhir    : pelajar
4.      Nama                          : Sri Winarsih (orang tua salah satu siswa)
Usia                            : 35 tahun
Pendidikan terakhir    : SMP
5.      Nama                          : Daryatun (tetangga Miko)
Usia                            : 45 tahun
Pendidikan terakhir    : SMP
A.  Dugaan Retardasi Mental
Rikat Widyatmiko atau yang sering dikenal dengan panggilan Miko adalah putra sulung dari pasangan Itut Supartiningsih dan Trubus. Ibunya seornag ibu rumah tangga dan ayahnya seorang PNS, keluarganya tergolong keluarga yang berkecukupan. Sejak lahir Miko telah memiliki sesuatu yang berbeda dengan bayi pada umumnya, baik secara fisik maupun psikis. Secara fisik Miko lahir dengan sudah memiliki gigi. Dan secara psikis tentu banyak perbedaan antara dirinya dengan anak pada umumnya.
Sekarang Miko telah berumur 8 tahun, pada usianya tersebut seharusnya Miko telah masuk sekolah dasar, namun sampai sekarang Miko masih duduk di RA Mashitoh Kambangan 2, dengan adik perempuannya. Sebenarnya jika dilihat dari keadaan dan pola kebiasaan Miko yang berbeda dari anak pada umumnya Miko tidak tepat jika disekolahkan di sekolah umum seperti pada saat ini, Miko seharusnya disekolahkan di sekolah luar biasa. Sebagaimana yang dikatakan oleh Muawanah (31 tahun). “sebenarnya orang tua Miko sudah sadar kalau Miko harus disekolahkan di SLB, namun karena alasan jarak dari Desa Kambangan ke SLB itu jauh jadi terpaksa Miko di sekolahkan di sekolah umum”.[16] Miko tidak fasih dalam melafalkan huruf, interaksi terhadap orang lainpun sangat sedikit, tingkat intelegensinya rendah, emosinya tidak terkontrol dan tangan kirinya tidak pernah berhenti bergerak (kejang). Hal inilah yang kemudian memberikan dugaan bahwa Miko adalah Anak berkebutuhan khusus pada kategori retardasi mental. Dugaan ini dilakukan oleh beberapa pihak, dari salah satu keluarganya yang kebetulan menjadi dokter di salah satu daerah, dan dari guru RA nya sendiri.
B.  Ciri-ciri Miko anak diduga Retardasi Mental
Ciri-ciri yang membedakan Miko dengan anak pada umumnya:
1.      Bicara tidak lancar
2.      Pelafalan huruf tidak jelas
3.      Agresif dan temperamen
4.      Perkembangan fisik yang tidak seimbang dan proporsional
5.      Pola interaksi yang kurang terjalin dengan baik terhadap berbagai pihak
6.      Rendahnya tingkat intelegensi
7.      Rendahnya keterampilan psiko motorik kasar
8.      Lebih suka menyendiri jika di dalam keramaian
9.      Rendahnya tingkat kefokusan
10.  Terkadang tidak bisa tenang
11.  Tangan kiri tidak bisa diam, bergerak terus
12.  Perlu panduan serta bimbingan orang lain dalam segala hal
13.  Lama dalam mengungkapkan sesuatu.[17]
C.  Kebiasaan Miko di Sekolah
Pada saat pembukaan pembelajaran, yang berisi doa bersama dan persiapan Miko mengikuti dengan baik, duduk diam seperti anak yang lain. Namun pada saat kegiatan inti dimulai Miko mulai mencari orang yang mengantarnya, yaitu nenek atau ibunya, karena Miko belum bisa menulis dengan benar. Miko selalu didampingi oleh pengantarnya dalam proses pembelajaran, seperti menulis, bernyanyi dan lain-lain. Miko menulis dengan tangan kiri, karena tangan kanan Miko tidka berfungsi dengan baik, biasanya hanya digunakan untuk berjabat tangan. Sebagamana yang disampaikan oleh Muawanah (31 tahun): “Miko belum bisa menulis dengan benar dan lancar, harus selalu di dampingi. Dan Miko selalu menulis dengan tangan kiri, karena tangan kanannya jarang digunakan karena tidak berfungsi dengan baik, paling Cuma buat salaman, terkadang memberikan sesuatupun menggunakan tangan kiri.”[18]
Di dalam kelas dan atau di sekolah, interaksi Miko dengan teman-temannya sangat kurang, hal ini salah satunya disebabkan karena teman-temannya enggan bermain atau berbicara dengannya. Sebagaimana disampaikan oleh LK (6 tahun):”saya males dekat-dekat sama Miko, dia aneh. Aku takut, kadang suka marah-marah sendiri, ngamuk dan suka ngerebut mainanku dan teman-teman tanpa ijin dulu”.[19] Disamping interaksi dengan teman-temanya yang kurang, interaksi dengan gurunya pun kurang. Ketika sedang materi terkait dengan psiko motorik, baik motorik kasar atau halus Miko lebih suka duduk di pojok sendirian tidak mengikuti seperti anak-anak yang lain pada umumnya. Kadang ketika pembelajaran atau permainan dlakukan di lantai tidak di kursi Miko enggan mengikuti dan dia meminta agar bisa duduk di kursi. Ketidaksamaan Miko dengan anak yang lain tidak berhenti disitu saja, kemarin sekitar dua hari yang lalu Miko membuat orang tua salah satu murid marah, karena Miko mengangkat kepala salah satu temannya tersebut dengan kedua tangannya dan menggerak-gerakkannya hingga anak tersebut menangis ketakutan. Sebagaimana disampaikan oleh SW (35 tahun):” iya kemarin anak saya dicengkiwing Miko, sampai nangis keder di kelas, untungnya pas saya nungguin, jadi langsung saya ambil anak saya, memang nakal banget Miko iku, kadang orang tua di sini pada gemes, tapi apa boleh buat memang anak e kaya gitu, beda sama anak yang lain, dan kalau mau marahin tuh ndak enak sama orang tuanya, paling kalau misalkan ndak ditungguin sama orang tuanya orang-orang disini pada ngomongin dia.”[20]
Pola kebiasaan Miko jelas berbeda dengan anak pada umunya ketika di kelas, tetapi Miko senang ketika permainan disetting seperti perlombaan, Miko pasti selalu ingin ikut, tetapi jika perlombaan itu mengharuskan berpasangan, seringkali anak-anak yang lain enggan untuk menjadi pasangan Miko, termasuk adik perempuannya yang kebetulan satu kelas. Hal ini salah satunya dikarenakan pemahaman Miko yang jauh dari anak-anak pada umunya, jadi ketika lomba, Miko dijamin kalah, karena terlalu lama. Namun disamping tingkat pemahamannya yang kurang, Miko bisa dalam hal hafalan, walaupun itu harus ada pancingan dari guru, seperti menghafal doa-doa dan surat-surat pendek, Miko dapat menghafalnya.
Ketika jam istirahat, biasanya teman-temannya bermain di luar kelas, atau ada yang duduk-duduk bersama teman-temannya, sedangkan Miko kadang malah menangis dengan suara keras, marah-marah tidak jelas, banting-banting kursi dan meja apalagi kalau tidak dipinjami mainan oleh temannya. Sebagaimana disampaikan oleh Muawanah (31 tahun):”lah iya, sudah banyak kursi yang patah karena dibanting sama Miko, Meja juga banyak yang rusak karena ulah Miko, tapi saya ndak enak meh ngomong sama orang tuanya, apalagi meh minta ganti, lebih ndak enak.”[21]

D.  Kebiasaan Miko di Rumah
Seperti anak kecil pada umumnya Miko di rumah bermain dengan adik-adiknya, orang tuanya dan anggota keluarga yang lain, walaupun dengan bahasa atau pengucapan yang tidak jelas, interaksi antara Miko dengan orang-orang sekitar sedikit terjalin. Miko memang dibebaskan untuk bermain karena dari pihak keluargapun tidak memperlakukan Miko seperti anak yang berkebutuhan khusus, Miko dan ketiga adiknya diperlakukan sama, tidak ada satupun yang membedakan perlakuan antara keempatnya. Miko tidak hanya bermain di dalam rumah, terkadang dia bermain di sekitar rumahnya, namun dia tidak banyak bicara. Sebagaimana yang disampaikan oleh DT (45 tahun):”iya, kadang Miko main di depan rumah saya, karena di depan rumah saya juga kan ada ayunan, jadi kadang dia main ayunan di depan rumah saya, tapi dia tidak banyak bicara si, soale kan bicarane juga ndak lancar.”[22]
Ketika seharian bermain di luar rumah, kerap kali malam harinya Miko pingsan dan kejang-kejang, dan ketika kejang-kejang dan demamnya parah biasanya Miko langsung dilarikan ke rumah sakit terdekat. Sebagaimana yang disampaikan oleh IS (- tahun):”Miko sering pingsan kalau memang kecapean, seharian panas-panasan diluar rumah, kaya main sepeda dan lain-lain. Biasane malame dia pingsan terus demam dan kejang-kejang, lalu misal itu tidak reda-reda langsung saya bawa ke rumah sakit.”[23]
BAB V
PENUTUP
A.  Simpulan
Ketika di sekolah, Miko tidak banyak bicara, ketika ada sesuatu yang membuatnya tidak senang, secara tiba-tiba dia akan marah, dan kadang membanting kursi dan benda-benda lain yang ada di kelas. Interaksi antara teman dan gurupun sangat kurang. Kadang dia lebih suka menyendiri dibanding ikut pembelajaran. Segala sesuatunya seperti menulis, membaca bernyanyi masih perlu dibimbing dan didampingi. Dia sering membuat temannya takut dan bahkan menangis.
Miko berinteraksi dengan orang-orang disekitarnya dengan bahasa yang mungkin tidak banyak orang jelas akan maksudnya. Tapi Miko lebih cenderung jarang berbicara dan pola interaksinya dengan orang disekitar kurang terjalin, kecuali dengan keluarga dekatnya saja.
Ketika di rumah Miko seperti anak-anak pada umumnya, dia senang bermain baik di dalam maupun di luar rumah, namun interaksinya dengan orang lain kurang. Karena memang bicaranya yang tidak begitu jelas.
B.   Saran
Saran ini diajukan khususnya kepada kedua orang tua Miko atau Rikat Widiyatmiko dan pada umumnya diajukan kepada para orang tua dari anak berkebutuhan khusus.
Sebaiknya ketika seorang anak memperlihatkan gejala-gejala yang tidak wajar atau tidak sama pada anak-anak pada umumnya terkit dengan fisik atau psikis, orang tua atau pihak keluarga segera memeriksakan atau mengecek keadaan anaknya, guna mendapatkan diagnosa dari dokter dan akhirnya dapat mengetahui tretment yang harus dilakukan untuk anak dengan gejala-gejala tertentu tersebut.
Dan ketika anak memiliki kelainan (ABK) hendaknya disekolahkan di sekolah khusus (SLB) agar proses belajar berlangsung efektif dan proporsional.
DAFTAR PUSTAKA
Afifuddin dan Saebani, Beni Ahmad. 2009. Metodologi Penelitian  Kualitatif. Bandung: Pustaka Setia.
Azwar, Saifudin. 2004. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pelajar  Pustaka.
Delpie, Bansi. 2007 Pembelajaran Anak Tuna Grahita. Bandung: Refika Aditama.
File. Upi. Edu. Pendidikan Berkebutuhan Khusus. (diakses pada tanggal 25 Mei 2015, pukul: 14.00 WIB).
Lexy J, Moleong. 2006. Metodologi Penelitian  Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT Remaja Roasdakarya.
Patilima, Hamid. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta.
Purwanta, Edi. 2012. Modifikasi Perilaku Alternatif Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Smart, Aqila. 2012. Anak Cacat Bukan Kiamat: Metode Pembelajaran & Terapi untuk Anak Berkebutuhan Khusus. Jogjakarta: Kata Hati.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.  Bandung: Al-Fabeta.
Tanzeh, Ahmad. 2011. Metode Penelitian Praktis.  Yogyakarta: Teras.
T, Prasadio. 1976. gangguan psikiatrik pada anak-anak dengan retardasi mental. Disertasi. Surabaya: Universitas Airlangga.
Umar, Husain. 2000. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesisi Bisnis. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Zuhriyah, Nurul. 2005. Metodologi Penelitian  (Sosialdan Pendidikan – Teori dan Aplikasi). cet. 1. Jakarta: Bumi Aksara.







[1] Bansi Delpie, Pembelajaran Anak Tuna Grahita (Bandung: Refika Aditama), hlm. 1
[2] File. Upi. Edu, Pendidikan Berkebutuhan Khusus (diakses pada tanggal 25 Mei 2015, pukul: 14.00 WIB)
[3] Aqila Smart, Anak Cacat Bukan Kiamat: Metode Pembelajaran & Terapi untuk Anak Berkebutuhan Khusus (Jogjakarta: Kata Hati, 2012) hlm. 33-64
[4] Bansi Delpie, Pembelajaran Anak Tuna Grahita (Bandung: Refika Aditama, 2007), hlm. 1
[5] File. Upi. Edu, Pendidikan Berkebutuhan Khusus (diakses pada tanggal 25 Mei 2015, pukul: 14.00 WIB)
[6] Edi Purwanta, Modifikasi Perilaku Alternatif Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2012) hlm. 107
[7] Prasadio T, gangguan psikiatrik pada anak-anak dengan retardasi mental, Disertasi, (Surabaya: Universitas Airlangga, 1976).

[8]Nurul Zuhriyah, Metodologi Penelitian  (Sosialdan Pendidikan – Teori dan Aplikasi), cet. 1, Jakarta: Bumi Aksara, 2005, hlm. 92.
[9]Hamid Patilima, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: CV. Alfabeta, hlm 2.
[10]Saifudin  Azwar, Metode Penelitian, Yogyakarta: Pelajar  Pustaka, 2004, hlm. 225
[11] Husain  Umar, Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesisi Bisnis, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000, hlm. 42
[12]Afifuddin dan Beni Ahmad Saebani, Metodologi Penelitian  Kualitatif, Bandung: Pustaka Setia, 2009,  hlm. 131
[13] Lexy J, Moleong, Metodologi Penelitian  Kualitatif Edisi Revisi, hlm.161
[14] Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Bandung: Al-Fabeta, 2008, hlm. 335
[15]Ahmad Tanzeh, Metode Penelitian Praktis, Yogyakarta: Teras, 2011, hlm. 71
[16] Hasil Wawancara pada tanggal 1 Mei 2015
[17] Hasil Wawancara pada tanggal 1 Mei 2015 dengan Muawanah Guru RA Mashitoh Kambangan 2
[18] Hasil Wawancara pada tanggal 1 Mei 2015
[19] Hasil Wawancara pada tanggal 1 Mei 2015
[20] Hasil Wawancara pada tanggal 2 Mei 2015
[21] Hasil Wawancara pada tanggal 1 Mei 2015
[22] Hasil wawancara pada tanggal 2 Mei 2015
[23] Hasil wawancara pada tanggal 1 Mei 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar