Pola Kebiasaan Anak Berkebutuhan Khusus
(Studi Kasus Kehidupan Miko Anak diduga Retardasi Mental di Desa
Kambangan)
Laporan Mini Riset
Disusun Guna Memenuhi Tugas Akhir Semester 4:
Mata Kuliah :
Psikologi Perkembangan
Dosen Pengampu : Umi
Nadzifah, M.Pd.I

Disusun oleh:
Khasbih Maslekhah (2021113065)
Kelas A
JURUSAN TARBIYAH PRODI PAI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI ( STAIN )
PEKALONGAN
2015
KATA
PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT. yang telah memberikan rahmat,
taufik, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
laporan penelitian ini dengan judul “Pola Kebiasaan Anak Berkebutuhan Khusus (Studi Kasus Kehidupan Miko
Anak diduga Retardasi Mental di Desa Kambangan)”dapat terselesaikan dengan baik tanpa ada halangan yang berarti.
Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Agung Muhammad
Shalallahualaihi wassalam yang selalu menjadi panutan serta suri tauladan bagi
kita semua.
Laporan Mini Riset
ini disusun guna memenuhi tugas akhir semester empat mata kuliah Psikologi
Perkembangan. Penulis menyadari tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak
maka, Laporan Mini Riset ini tidak akan terwujud. Oleh sebab itu pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1.
Dosen
pengampu Mata Kuliah Psikologi Perkembangan, Ibu Umi Nadzifah, M. Pd.I. yang
telah memberi kesempatan bagi penulis untuk belajar melakukan Mini Riset
tentang gangguan pada anak
2.
Ibu
Muawanah selaku Guru RA Mashitoh Kambangan 2 dan pihak-pihak yang telah
memberikan izin untuk melakukan Mini riset dan membantu dalam proses
pengumpulan data
3.
Orang
tua tercinta yang senantiasa memberikan dorongan dan mendoakan untuk
keberhasilan penulis
4.
Teman-teman
yang telah memberikan semangat dalam menyelesaikan Mini riset dan penulisan
laporan.
Penulis menyadari bahwa Laporan Mini Riset ini tidak lepas dari kekurangan, oleh karenanya saran dan kritik yang
membangun dari semua pihak sangat diharapkan. Akhirnya, semoga Laporan Mini Riset yang
sederhana ini dapat bermanfaat. Amin yaa robbal alamin. Selamat membaca.
Pekalongan, 28 Mei 2015
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Anak berkebutuhan khusus (ABK) merupakan istilah
lain ntuk menggantikan kata “anak luar biasa” yang menandakan adanya kelainan
khusus. Anak berkebutuhan khusus mempunyai karakteristik yang berbeda antara
satu dengan yang lainnya.[1]
Secara sederhana anak berkebutuhan khusus adalah
anak yang perkembangannya berbeda dengan anak normal pada umumnya.[2]
Anak-anak berkebutuhan khusus memiliki beberapa karakteristik, yang biasanya
itu disebut juga sebagai gangguan atau kelainan, salah satu gangguan atau
kelaianan tersebut adalah retardasi mental. Retardasi mental itu sendiri bisa
juga disebut dengan istilah tuna grahita dimana anak atau orang yang memiliki
kemampuan intelektual di bawah rata-rata atau keterbatasan intelegensi dan ketidak cakapan dalam
berinteraksi sosial.[3]
Retardasi mental dapat terjadi pada siapa saja
dan dimana saja, baik itu dari keluarga miskin ataupun kaya, tidak terkecuali
hal tersebut terjadi pada Miko anak berusia 8 tahun yang terpaksa setiap hari
mendengar ejekan dari teman-teman sebayanya karena dia di sekolahkan di sekolah
umum, tidak pada sekolah luar biasa seperti ABK pada umumnya. Kehidupan Miko
merupakan salah satu sample dari banyaknya kasus retardasi mental yang terjadi
pada anak-anak di Indonesia. Miko mengalami gangguan tersebut semenjak lahir,
dan sampai sekarang belum pernah ditangani secara serius pada ahlinya, namun sudah
ada dugaan bahwa gangguan yang dialami Miko tersebut masuk pada gangguan
retardasi mental.
Kebiasaan-kebiasan anak yang mengalami gangguan
psikologi seperti dijelaskan di atas seringkali mengalami kesamaan dari
beberapa kasus yang memang itu memiliki tingkat kemiripan, tetapi ada beberapa
yang memiliki perbedaan namun tidak mendasar. Dari fenomena tersebutlah yang
kemudian menjadikan pentingnya mengetahui dan mengkaji tentang Pola Kebiasaan
Anak Berkebutuhan Khusus (Studi Kasus Kehidupan Miko Anak diduga Retardasi
Mental di Desa Kambangan).
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana tingkah laku atau kebiasaan Miko di
Sekolah?
2. Bagaimana cara Miko berinteraksi dengan orang di
sekitarnya?
3. Bagaimana kebiasaan Miko jika di rumah?
BAB II
LANDASAN TEORI
A.
Selayang Pandang Anak Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusus (ABK) merupakan istilah
lain ntuk menggantikan kata “anak luar biasa” yang menandakan adanya kelainan
khusus. Anak berkebutuhan khusus mempunyai karakteristik yang berbeda antara
satu dengan yang lainnya.[4]
Konsep berkebutuhan khusus dapat dikaitkan dengan
keluarbiasaan atau sering disebut juga anak berkelainan. Secara sederhana anak
luar biasa adalah anak yang perkembangannya berbeda dengan anak normal pada
umumnya. Anak berkebutuhan khusus adalah anak-anak yang dianggap memilki
kebutuhan khusus apabila mereka tidak dapat memperoleh manfaat penuh dari
kurikulum yang dibuat bagi anak-anak seusianya dan atau yang tidak dapat dibina
secara memadai dalam situs pendidikan yang biasa. Anak-anak yang memiliki satu
atau lebih karakteristik berikut dapat dikatakan sebagai anak yang berkebutuhan
khusus jika memiliki cacat penglihatan, cacat pendengaran, cacat
fisik/keterbelakangan mental, kesulitan menyesuaikan diri dan kesulitan
belajar.[5]
Sebagian anak berkebutuhan khusus mengalami gangguan
kondisi kognitifnya. Seperti anak kesulitan belajar, sering tidak mengikuti
perkembangan kognitif seperti yang dijelaskan. Akibat dari anak yang mengalami
kesulitan belajar akan tidak mampu menyelesaikan tugas-tugas kognitif yang
dituntut sekolah. Tidak hanya gangguan pada kognitif, sebagian anak
berkebutuhan khusus juga mengalami gangguan motorik, terutama anak berkebutuhan
khusus yang mengalami gangguan motorik adalah anak celebralpalcy. Dimana anak tersebut
mengalami kerusakan pada pyramidal tract dan extrapyramidal atau campuran dari
keduanya.[6]
B.
Retardasi Mental
Retardasi mental adalah keadaan ketika integensia
individu mengalami kemunduran atau tidak dapat berkembang dengan baik. Masa itu
terjadi ketika individu dilahirkan. Biasanya, terdapat perkembangan mental yang
kurang secara keseluruhan, tetapi gejala utamanya adalah perkembangan mental
yang sangat kurang. Retardasi mental disebut juga oligofrenia (oligo
artinya ‘kurang’ atau ‘sedikit’ dan fren artinya ‘jiwa’ atau ‘tuna
mental’).
Berdasarkan
The ICD-10 Classification of Mental and Behavioral Disorders, WHO, Geneva tahun
1994 retardasi mental dibagi menjadi 4 golongan, yaitu:
1.
Mild Retardation (retardasi mental ringan), IQ 50-69.
Retardasi mental ringan
dikategorikan sebagai retardasi mental dapat dididik. Anak mengalami gangguan
berbahasa tetapi masih mampu menguasainya untuk keperluan bicara sehari-hari.
Umumnya mereka juga mampu mengurus diri sendiri (makan, mencuci, memakai baju,
mengontrol saluran cerna dan kandung kemih), meskipun tingkat perkembangannya
sedikit lebih lambat dari ukuran normal. Kesulitan utama biasanya terlihat pada
pekerjaan akademik sekolah, dan banyak yang bermasalah dalam membaca dan
menulis. Dalam konteks sosiokultural yang memerlukan sedikit kemampuan
akademik, mereka tidak ada masalah. Tetapi jika ternyata timbul masalah
emosional dan sosial, maka akan terlihat bahwa mereka mengalami gangguan, misal
tidak mampu menguasai masalah perkawinan atau mengasuh anak, atau kesulitan
menyesuaikan diri dengan tradisi budaya.
2.
Moderate Retardation (retardasi mental sedang), IQ
35-49.
Retardasi mental sedang
dikategorikan sebagai retardasi mental dapat dilatih. Pada kelompok ini anak
mengalami keterlambatan perkembangan pemahaman dan pengguanaan bahsa, serta
pencapaian akhirnya terbatas. Pencapaian kemampuan mengurus diri sendiri dan
ketrampilan motorik juga mengalami keterlambatan, dan beberapa diantaranya
membutuhkan pengawasan sepanjang hidupnya. Kemajuan di sekolah terbatas,
sebagian masih bisa belajar dasar-dasar membaca, menulis dan berhitung.
3.
Severe Retardation (retardasi mental berat), IQ 20-34.
Kelompok retardasi mental berat ini
hampir sama dengan retardasi mental sedang, dalam hal gambaran klinis.
Perbedaan utamanya adalah pada retardasi mental berat ini biasanya mengalami
kerusakan motorik yang bermakna atau adanya defisil neurologi.
4.
Profound Retardation (retardasi mental sangat berat),
IQ < 20.
Retardasi mental sangat berat
berarti secara praktis anak sangat terbatas kemampuannya dalam emngerti dan
menuruti permintaan atau instruksi. Umumnya anak sangat terbatas dalam hal
mobilitas, dan hanya mampu pada bentuk komunikasi nonverbal yang sangat
elementer.[7]
BAB III
METODE PENULISAN
A.
Jenis Penelitian dan Pendekatan Penelitian
Jenis
penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan (field research)
yaitu penelitian yang langsung dilakukan di lapangan atau kepada responden.Dengan
langsung terjun ke tempat penelitian, peneliti akan dapat menemukan,
mengumpulkan data, dan mengumpulkan informasi tentang “Pola Kebiasaan Anak Berkebutuhan Khusus (Studi Kasus Kehidupan Miko
Anak diduga Retardasi Mental di Desa Kambangan)”.
Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan jenis
pendekatan kualitatif karena penelitian ini berorientasi pada fenomena atau
gejala yang bersifat alami. Penelitian kualitatif adalah
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis
atau lisan dari orang-orang dan pelaku yang diamati.[8]
Menurut John Creswell dalam Hamid
Patilima menjelaskan bahwa pendekatan kualitatif sebagai sebuah proses
penyelidikan untuk memahami masalah sosial atau masalah manusia, berdasarkan
pada penciptaan gambar holistik yang berupa kata-kata, melaporkan pandangan
informan secara terperinci, dan disusun dalam sebuah latar ilmiah.[9] Disebut penelitian kualitatif karena dalam
penelitian ini mengkaji “Pola Kebiasaan
Anak Berkebutuhan Khusus (Studi Kasus Kehidupan Miko Anak
diduga Retardasi
Mental di Desa Kambangan)”.
B.
Sumber Data
1.
Sumber Data Primer
Sumber
data primer merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung
dari sumber asli (tidak melalui media perantara). Sumber data primer dalam
penelitian ini diperoleh secara langsung dari sumber data pertama yakni Pola Kebiasaan Anak Berkebutuhan Khusus (Studi Kasus Kehidupan Lusi
Anak diduga Retardasi Mental di Desa Kambangan).
2.
Sumber Data Sekunder
Menurut
Syaifullah, data sekunder didefinisikan sebagai data yang mencangkup dokumen
resmi, buku-buku, hasil laporan penelitian dan lain sebagainya.[11]
Data yang diperoleh dari hasil penelitian
kepustakaan, maka penulis mencari buku-buku yang merupakan sumber ilmiah
yang berkaitan dengan bahan-bahan.
C.
Teknik Pengumpulan Data
1. Wawancara (interview)
Wawancara
adalah metode pengumpulan data dengan cara menanyakan sesuatu kepada seseorang yang
menjadi informan atau responden. Caranya dengan bercakap-cakap secara tatap
muka.[12]
Metode ini digunakan untuk mendapatkan data tentang “Pola Kebiasaan
Anak Berkebutuhan Khusus (Studi Kasus Kehidupan Miko Anak diduga Retardasi
Mental di Desa Kambangan)”.
2.
Dokumentasi
Dokumentasi
adalah setiap bahan tertulis atau film, baik dari record, yang tidak
dipersiapkan karena adanya.[13]
D. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara
sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan
dokumentasi , dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan
ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memiih mana yang
penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami
oleh diri sendiri maupun orang lain.[14]
Analisis data dilakukan dengan rangkaian kegiatan
penelaahan, pengelompokan, sistematika, penafsiran dan verifikasi data agar
sebuah fenomena memiliki nilai sosial, akademis dan ilmiah. Penelitian
kualitatif meggunakan analisis data kualitatif deskriptif, yaitu data yang
dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka. Semua data yang
dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti.
Penelitian ini berisi kutipan-kutipan data untuk memberikan ganbaran penyajian
laporan.[15]
BAB IV
ANALISIS SINTESIS
Informan dalam
mini riset ini sebanyak 5 orang yang terdiri dari Ibu Miko, Guru RA tempat Miko
sekolah, teman sekelas Miko, salah satu orang tua siswa di RA tempat sekolah
Miko, dan tetangga Miko. Secara jelas akan dideskripsikan profil informan dalam
Mini Riset ini.
1. Nama :
Itut Supartiningsih (Ibu kandung Miko)
Usia : -
Pendidikan
terakhir : SMA
2. Nama :Muawanah
(guru RA Masitoh Kambangan)
Usia : 31 tahun
Pendidikan
terakhir : S.1 Paud
3. Nama :
Liana Kusuma (teman satu kelas Miko)
Usia : 6 tahun
Pendidikan
terakhir : pelajar
4. Nama :
Sri Winarsih (orang tua salah satu siswa)
Usia : 35 tahun
Pendidikan
terakhir : SMP
5. Nama :
Daryatun (tetangga Miko)
Usia : 45 tahun
Pendidikan
terakhir : SMP
A. Dugaan Retardasi Mental
Rikat Widyatmiko atau
yang sering dikenal dengan panggilan Miko adalah putra sulung dari pasangan
Itut Supartiningsih dan Trubus. Ibunya seornag ibu rumah tangga dan ayahnya
seorang PNS, keluarganya tergolong keluarga yang berkecukupan. Sejak lahir Miko
telah memiliki sesuatu yang berbeda dengan bayi pada umumnya, baik secara fisik
maupun psikis. Secara fisik Miko lahir dengan sudah memiliki gigi. Dan secara
psikis tentu banyak perbedaan antara dirinya dengan anak pada umumnya.
Sekarang Miko telah
berumur 8 tahun, pada usianya tersebut seharusnya Miko telah masuk sekolah
dasar, namun sampai sekarang Miko masih duduk di RA Mashitoh Kambangan 2,
dengan adik perempuannya. Sebenarnya jika dilihat dari keadaan dan pola
kebiasaan Miko yang berbeda dari anak pada umumnya Miko tidak tepat jika
disekolahkan di sekolah umum seperti pada saat ini, Miko seharusnya
disekolahkan di sekolah luar biasa. Sebagaimana yang dikatakan oleh Muawanah
(31 tahun). “sebenarnya orang tua Miko sudah sadar kalau Miko harus disekolahkan
di SLB, namun karena alasan jarak dari Desa Kambangan ke SLB itu jauh jadi
terpaksa Miko di sekolahkan di sekolah umum”.[16]
Miko tidak fasih dalam melafalkan huruf, interaksi terhadap orang lainpun
sangat sedikit, tingkat intelegensinya rendah, emosinya tidak terkontrol dan
tangan kirinya tidak pernah berhenti bergerak (kejang). Hal inilah yang
kemudian memberikan dugaan bahwa Miko adalah Anak berkebutuhan khusus pada
kategori retardasi mental. Dugaan ini dilakukan oleh beberapa pihak, dari salah
satu keluarganya yang kebetulan menjadi dokter di salah satu daerah, dan dari
guru RA nya sendiri.
B. Ciri-ciri Miko anak diduga
Retardasi Mental
Ciri-ciri yang
membedakan Miko dengan anak pada umumnya:
1.
Bicara
tidak lancar
2.
Pelafalan
huruf tidak jelas
3.
Agresif
dan temperamen
4.
Perkembangan
fisik yang tidak seimbang dan proporsional
5.
Pola
interaksi yang kurang terjalin dengan baik terhadap berbagai pihak
6.
Rendahnya
tingkat intelegensi
7.
Rendahnya
keterampilan psiko motorik kasar
8.
Lebih
suka menyendiri jika di dalam keramaian
9.
Rendahnya
tingkat kefokusan
10.
Terkadang
tidak bisa tenang
11.
Tangan
kiri tidak bisa diam, bergerak terus
12.
Perlu
panduan serta bimbingan orang lain dalam segala hal
13.
Lama
dalam mengungkapkan sesuatu.[17]
C. Kebiasaan Miko di Sekolah
Pada saat pembukaan
pembelajaran, yang berisi doa bersama dan persiapan Miko mengikuti dengan baik,
duduk diam seperti anak yang lain. Namun pada saat kegiatan inti dimulai Miko mulai
mencari orang yang mengantarnya, yaitu nenek atau ibunya, karena Miko belum
bisa menulis dengan benar. Miko selalu didampingi oleh pengantarnya dalam
proses pembelajaran, seperti menulis, bernyanyi dan lain-lain. Miko menulis
dengan tangan kiri, karena tangan kanan Miko tidka berfungsi dengan baik,
biasanya hanya digunakan untuk berjabat tangan. Sebagamana yang disampaikan
oleh Muawanah (31 tahun): “Miko belum bisa menulis dengan benar dan lancar,
harus selalu di dampingi. Dan Miko selalu menulis dengan tangan kiri, karena
tangan kanannya jarang digunakan karena tidak berfungsi dengan baik, paling
Cuma buat salaman, terkadang memberikan sesuatupun menggunakan tangan kiri.”[18]
Di dalam kelas dan
atau di sekolah, interaksi Miko dengan teman-temannya sangat kurang, hal ini
salah satunya disebabkan karena teman-temannya enggan bermain atau berbicara
dengannya. Sebagaimana disampaikan oleh LK (6 tahun):”saya males dekat-dekat
sama Miko, dia aneh. Aku takut, kadang suka marah-marah sendiri, ngamuk dan
suka ngerebut mainanku dan teman-teman tanpa ijin dulu”.[19]
Disamping interaksi dengan teman-temanya yang kurang, interaksi dengan gurunya
pun kurang. Ketika sedang materi terkait dengan psiko motorik, baik motorik
kasar atau halus Miko lebih suka duduk di pojok sendirian tidak mengikuti
seperti anak-anak yang lain pada umumnya. Kadang ketika pembelajaran atau
permainan dlakukan di lantai tidak di kursi Miko enggan mengikuti dan dia
meminta agar bisa duduk di kursi. Ketidaksamaan Miko dengan anak yang lain
tidak berhenti disitu saja, kemarin sekitar dua hari yang lalu Miko membuat
orang tua salah satu murid marah, karena Miko mengangkat kepala salah satu
temannya tersebut dengan kedua tangannya dan menggerak-gerakkannya hingga anak
tersebut menangis ketakutan. Sebagaimana disampaikan oleh SW (35 tahun):” iya
kemarin anak saya dicengkiwing Miko, sampai nangis keder di kelas, untungnya
pas saya nungguin, jadi langsung saya ambil anak saya, memang nakal banget Miko
iku, kadang orang tua di sini pada gemes, tapi apa boleh buat memang anak e
kaya gitu, beda sama anak yang lain, dan kalau mau marahin tuh ndak enak sama
orang tuanya, paling kalau misalkan ndak ditungguin sama orang tuanya
orang-orang disini pada ngomongin dia.”[20]
Pola kebiasaan Miko
jelas berbeda dengan anak pada umunya ketika di kelas, tetapi Miko senang
ketika permainan disetting seperti perlombaan, Miko pasti selalu ingin ikut,
tetapi jika perlombaan itu mengharuskan berpasangan, seringkali anak-anak yang
lain enggan untuk menjadi pasangan Miko, termasuk adik perempuannya yang
kebetulan satu kelas. Hal ini salah satunya dikarenakan pemahaman Miko yang
jauh dari anak-anak pada umunya, jadi ketika lomba, Miko dijamin kalah, karena
terlalu lama. Namun disamping tingkat pemahamannya yang kurang, Miko bisa dalam
hal hafalan, walaupun itu harus ada pancingan dari guru, seperti menghafal doa-doa
dan surat-surat pendek, Miko dapat menghafalnya.
Ketika jam istirahat,
biasanya teman-temannya bermain di luar kelas, atau ada yang duduk-duduk
bersama teman-temannya, sedangkan Miko kadang malah menangis dengan suara
keras, marah-marah tidak jelas, banting-banting kursi dan meja apalagi kalau
tidak dipinjami mainan oleh temannya. Sebagaimana disampaikan oleh Muawanah (31
tahun):”lah iya, sudah banyak kursi yang patah karena dibanting sama Miko, Meja
juga banyak yang rusak karena ulah Miko, tapi saya ndak enak meh ngomong sama
orang tuanya, apalagi meh minta ganti, lebih ndak enak.”[21]
D. Kebiasaan Miko di Rumah
Seperti anak kecil
pada umumnya Miko di rumah bermain dengan adik-adiknya, orang tuanya dan
anggota keluarga yang lain, walaupun dengan bahasa atau pengucapan yang tidak
jelas, interaksi antara Miko dengan orang-orang sekitar sedikit terjalin. Miko
memang dibebaskan untuk bermain karena dari pihak keluargapun tidak
memperlakukan Miko seperti anak yang berkebutuhan khusus, Miko dan ketiga
adiknya diperlakukan sama, tidak ada satupun yang membedakan perlakuan antara
keempatnya. Miko tidak hanya bermain di dalam rumah, terkadang dia bermain di sekitar
rumahnya, namun dia tidak banyak bicara. Sebagaimana yang disampaikan oleh DT
(45 tahun):”iya, kadang Miko main di depan rumah saya, karena di depan rumah
saya juga kan ada ayunan, jadi kadang dia main ayunan di depan rumah saya, tapi
dia tidak banyak bicara si, soale kan bicarane juga ndak lancar.”[22]
Ketika seharian
bermain di luar rumah, kerap kali malam harinya Miko pingsan dan kejang-kejang,
dan ketika kejang-kejang dan demamnya parah biasanya Miko langsung dilarikan ke
rumah sakit terdekat. Sebagaimana yang disampaikan oleh IS (- tahun):”Miko
sering pingsan kalau memang kecapean, seharian panas-panasan diluar rumah, kaya
main sepeda dan lain-lain. Biasane malame dia pingsan terus demam dan
kejang-kejang, lalu misal itu tidak reda-reda langsung saya bawa ke rumah
sakit.”[23]
BAB
V
PENUTUP
A.
Simpulan
Ketika di sekolah, Miko tidak banyak bicara,
ketika ada sesuatu yang membuatnya tidak senang, secara tiba-tiba dia akan
marah, dan kadang membanting kursi dan benda-benda lain yang ada di kelas.
Interaksi antara teman dan gurupun sangat kurang. Kadang dia lebih suka
menyendiri dibanding ikut pembelajaran. Segala sesuatunya seperti menulis,
membaca bernyanyi masih perlu dibimbing dan didampingi. Dia sering membuat
temannya takut dan bahkan menangis.
Miko berinteraksi dengan orang-orang disekitarnya
dengan bahasa yang mungkin tidak banyak orang jelas akan maksudnya. Tapi Miko
lebih cenderung jarang berbicara dan pola interaksinya dengan orang disekitar
kurang terjalin, kecuali dengan keluarga dekatnya saja.
Ketika di rumah Miko seperti anak-anak pada
umumnya, dia senang bermain baik di dalam maupun di luar rumah, namun interaksinya
dengan orang lain kurang. Karena memang bicaranya yang tidak begitu jelas.
B.
Saran
Saran ini diajukan khususnya kepada kedua orang
tua Miko atau Rikat Widiyatmiko dan pada umumnya diajukan kepada para orang tua
dari anak berkebutuhan khusus.
Sebaiknya ketika seorang anak memperlihatkan
gejala-gejala yang tidak wajar atau tidak sama pada anak-anak pada umumnya
terkit dengan fisik atau psikis, orang tua atau pihak keluarga segera
memeriksakan atau mengecek keadaan anaknya, guna mendapatkan diagnosa dari
dokter dan akhirnya dapat mengetahui tretment yang harus dilakukan untuk anak
dengan gejala-gejala tertentu tersebut.
Dan ketika anak memiliki kelainan (ABK) hendaknya
disekolahkan di sekolah khusus (SLB) agar proses belajar berlangsung efektif
dan proporsional.
DAFTAR
PUSTAKA
Afifuddin
dan Saebani, Beni Ahmad. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Pustaka Setia.
Azwar,
Saifudin. 2004. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pelajar Pustaka.
Delpie, Bansi.
2007 Pembelajaran Anak Tuna Grahita. Bandung: Refika Aditama.
File. Upi. Edu.
Pendidikan Berkebutuhan Khusus. (diakses pada tanggal 25 Mei 2015,
pukul: 14.00 WIB).
Lexy J, Moleong. 2006. Metodologi
Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung:
PT Remaja Roasdakarya.
Patilima, Hamid. Metode
Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta.
Purwanta, Edi.
2012. Modifikasi Perilaku Alternatif Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus.
Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Smart, Aqila.
2012. Anak Cacat Bukan Kiamat: Metode Pembelajaran & Terapi untuk Anak
Berkebutuhan Khusus. Jogjakarta: Kata Hati.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Al-Fabeta.
Tanzeh, Ahmad. 2011. Metode
Penelitian Praktis. Yogyakarta:
Teras.
T,
Prasadio. 1976. gangguan psikiatrik pada anak-anak dengan retardasi mental. Disertasi.
Surabaya: Universitas Airlangga.
Umar,
Husain. 2000. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesisi Bisnis. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Zuhriyah, Nurul. 2005. Metodologi
Penelitian (Sosialdan Pendidikan – Teori dan Aplikasi). cet. 1. Jakarta:
Bumi Aksara.
[1] Bansi Delpie, Pembelajaran
Anak Tuna Grahita (Bandung: Refika Aditama), hlm. 1
[2] File. Upi.
Edu, Pendidikan Berkebutuhan Khusus (diakses pada tanggal 25 Mei 2015,
pukul: 14.00 WIB)
[3] Aqila Smart, Anak
Cacat Bukan Kiamat: Metode Pembelajaran & Terapi untuk Anak Berkebutuhan
Khusus (Jogjakarta: Kata Hati, 2012) hlm. 33-64
[4] Bansi Delpie, Pembelajaran
Anak Tuna Grahita (Bandung: Refika Aditama, 2007), hlm. 1
[5] File. Upi.
Edu, Pendidikan Berkebutuhan Khusus (diakses pada tanggal 25 Mei 2015,
pukul: 14.00 WIB)
[6] Edi Purwanta, Modifikasi
Perilaku Alternatif Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus (Yogyakarta:
Pustaka Belajar, 2012) hlm. 107
[7] Prasadio T, gangguan psikiatrik pada anak-anak dengan retardasi
mental, Disertasi, (Surabaya: Universitas Airlangga, 1976).
[8]Nurul Zuhriyah,
Metodologi Penelitian (Sosialdan Pendidikan – Teori dan Aplikasi),
cet. 1, Jakarta: Bumi Aksara, 2005, hlm. 92.
[9]Hamid Patilima,
Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: CV. Alfabeta, hlm 2.
[10]Saifudin Azwar, Metode Penelitian, Yogyakarta:
Pelajar Pustaka, 2004, hlm. 225
[11] Husain Umar, Metode
Penelitian untuk Skripsi dan Tesisi Bisnis, Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2000, hlm. 42
[12]Afifuddin dan
Beni Ahmad Saebani, Metodologi Penelitian
Kualitatif, Bandung: Pustaka Setia, 2009, hlm. 131
[13] Lexy J,
Moleong, Metodologi Penelitian
Kualitatif Edisi Revisi, hlm.161
[14] Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan
Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Bandung: Al-Fabeta, 2008, hlm. 335
[15]Ahmad Tanzeh, Metode
Penelitian Praktis, Yogyakarta: Teras, 2011, hlm. 71
[16] Hasil
Wawancara pada tanggal 1 Mei 2015
[17] Hasil
Wawancara pada tanggal 1 Mei 2015 dengan Muawanah Guru RA Mashitoh Kambangan 2
[18] Hasil
Wawancara pada tanggal 1 Mei 2015
[19] Hasil
Wawancara pada tanggal 1 Mei 2015
[20] Hasil
Wawancara pada tanggal 2 Mei 2015
[21] Hasil
Wawancara pada tanggal 1 Mei 2015
[22] Hasil
wawancara pada tanggal 2 Mei 2015
[23] Hasil
wawancara pada tanggal 1 Mei 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar